Minta RDP dengan DPRD Madina, APDESI Dorong Penganggaran Tunjangan Kades

Panyabungan (HayuaraNet) – DPC Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Mandailing Natal (Madina) meminta dilaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD setempat dalam hal penyampaian aspirasi para kepala desa. Salah satunya mendorong penganggaran tunjangan jabatan.

Permintaan itu disampaikan melalui surat DPC APDESI kepada pimpinan DPRD Madina tentang Permohonan Waktu dan Tempat Rapat Dengar Pendapat (RDP). Surat bertanggal 23 Juli 2024 itu ditandatangani Ketua Miswaruddin, SE dan Sekretaris Zulham Riad Nasution.

DPRD Madina, dalam hal ini Komisi IV, menyahuti permintaan itu dengan mengadakan RDP di ruang Bamusy DPRD, Kompleks Perkantoran Payaloting, Panyabungan, Rabu (24/07).

Ketua APDESI Miswaruddin, SE, membuka penyampaian aspirasi dengan menjelaskan beberapa pasal yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2016 dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024, khususnya terkait kesejahteraan.

“Barometer majunya daerah atau Indonesia ini adalah kemajuan desa sesuai yang disampaikan Pak Presiden Joko Widodo. Itu tidak akan tercapai kalau kepala desanya tidak sejahtera,” katanya.

Miswar menambahkan, tunjangan kepala desa di Madina sampai hari ini belum terealisasi, meskipun ada aturan yang mengatur hal tersebut. “Sepanjang pengetahuan kami, Madina satu-satunya yang belum merealisasikan tunjangan itu,” ujarnya.

Di sisi lain, ketua DPC APDESI Madina meminta agar Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) bisa mencairkan penghasilan tetap (siltap) kepala desa dan perangkat setiap bulannya. Terhadap DPRD, dia meminta agar pembahasan penyaluran tunjangan dipercepat.

“Termasuk perda pengangkatan dan pemberhentian aparatur desa sehingga kepala desa tidak terpanggil-panggil ke pengadilan,” katanya.

Senada dengan itu, Ketua Papdesi Madina Akhyar Siregar menilai harus ada perubahan cara pandang terhadap desa. “Bukan lagi pemerintahan terendah, tapi pemerintahan paling dasar,” katanya.

Dengan pola pikir seperti itu, jelas kepala Desa Baringin Jaya, perhatian terhadap desa akan lebih tinggi dari sebelumnya.

Sementara itu, Kepala Desa Saba Jambu Kahirul Andi menekankan agar pemerintah dan legislatif mempercepat pembahasan perda terkait hak dan kewajiban kepala desa. “Wajib mendapat perlindungan hukum. Beberapa kepala desa dipanggil ke PTUN karena dilaporkan aparaturnya. Ini harus berakhir,” katanya.

Andi juga meminta, pembahasan perda ini nantinya melibatkan organisasi perangkat desa karena mereka yang akan menjadi objek peraturan tersebut.

Dia menilai minimnya aturan dan regulasi dalam menjalankan pemerintahan desa mengakibatkan kepala desa serba salah saat mengambil keputusan. “Karena tidak ada penguatan terhadap peraturan yang ada,” lanjutnya.

Sekretaris Apdesi Zulham menerangkan, desa menerima dua dana transfer. Pertama, Dana Desa yang langsung dari pemerintah pusat. Kedua, anggaran Dana Desa (ADD) dari APBD kabupaten.

“Untuk ADD ada aturannya minimal 10 persen dari DAU dan DBH. Selama ini yang dipakai hanya angka minimal, padahal bisa di atas itu,” tegasnya.

Ketua Fraksi PKB Edi Anwar Menyampaikan Pendapat Terkait Aspirasi yang Disampaikan Kepala Desa dalam RDP, Rabu (24/07).

Menanggapi hal itu, Ketua Fraksi DPC PKB Madina Edi Anwar Nasution menilai tidak ada salahnya pemerintah menyanggupi permintaan kepala desa kalau memang ada regulasi yang mengatur. “Saya pastikan Fraksi PKB mendukung keinginan saudara-saudara kepala desa,” sebutnya.

Hal yang sama disampaikan Ketua Fraksi Golkar Sobir Lubis. Dia pun memastikan aspirasi kepala desa akan diloloskan kalau benar ada pengajuan dari pemerintah, dalam hal ini Dinas PMD. “Golkar mendukung keinginan bapak-ibu kepala desa,” tegas mantan anggota KPU Madina ini.

Menanggapi aspirasi yang disampaikan APDESI, Kepala Dinas PMD Madina Irsal Pariadi mengaku memahami kondisi yang dialami kepala desa. “Saya sebenarnya miris melihat siltap yang mereka terima dengan banyaknya tanggung jawab yang diemban. Tapi, seperti itulah aturannya,” jelas Irsal.

Dia menambahkan, perbedaan siltap kepala desa dengan sekdes hanya Rp200 ribu, sementara dengan aparatur Rp400 ribu. “Padahal kita tahu bersama kalau ada persoalan ini muaranya ke kepala desa,” tuturnya.

Lulusan IPDN ini membenarkan bahwa Pemkab Madina belum pernah menganggarkan tunjangan bagi kepala desa. Untuk itu, dia pun menyampaikan kepada legislatif untuk membahas perda terkait ini.

“Seperti yang disampaikan kawan-kawan kepala desa. Biarlah ini menjadi kenang-kenangan dan hadiah yang diterima kawan-kawan dari bapak-ibu sebagai anggota legislatif,” harapnya.

Irsal mengungkapkan, sebenarnya sudah ada tunjangan yang disalurkan kepada kepala desa, tapi masih terbatas untuk yang PNS. “Bukan yang Pj, tapi memang dia PNS. Mereka, kan, tidak menerima siltap karena sudah ada gaji,” ungkapnya.

Irsal menambahkan, Dinas PMD telah mengusulkan kepada bupati melalui nota dinas agar dianggarkan tunjangan bagi kepala desa. “Yang kami sampaikan kepada pimpinan Rp1,5 juta. Ini juga perlu dukungan dari legislatif agar hal ini bisa diloloskan,” lanjutnya.

Terkait kewenangan kepala desa dalam mengangkat dan memberhentikan aparatur desa, Irsal berpesan agar dilakukan setelah perda terkait itu diundangkan. Sebab, jika berpegang pada permendagri prosesnya lama dan rentan berujung di PTUN. “Kami juga sudah sering dipanggil ke PTUN terkait ini,” pungkasnya.

RDP ini dipimpin oleh Ketua Komisi IV Nisad Sidik Nasution dan anggota Komisi IV; Hidayah Herlina, Maraganti Batubara, dan Hj. Lely Hartati. Sementara peserta yang merupakan kepala desa hadir sekitar 50 orang. (RSL)

Mungkin Anda Menyukai