Panyabungan (HayuaraNet) – Ternyata kepala negara, menteri, dan kepala daerah boleh menyampanyekan pasangan calon kepala daerah. Maka dari itu, Bupati Mandailing Natal (Madina) HM Jafar Sukhairi Nasution sah-sah saja mengampanyekan SAHATA (Saipullah-Atika).
Hal ini termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, tepatnya pasal 281. Namun, dengan syarat tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; menjalani cuti di luar tanggungan negara, dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan pemerintahan daerah.
Advokat H. Muhammad Ridwan Rangkuti menduga keras Bupati Sukhairi tidak netral dan menyebut keberadaan nama ketua DPW PKB Sumut itu di dalam tim pemenangan SAHATA sebagai pelanggaran hukum.
“Lebih parahnya lagi diduga keras dimungkinkan terjadi penyalahgunaan penggunaan anggaran untuk kepentingan kampanye terselubung demi kemenangan SAHATA,” tulis Ridwan yang dibagikan di banyak grup WhatsApp.
Terkait hali ini, Nashiroh, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, menyebut tidak ada Fakuktas Ramalan Hukum. Dia menjelaskan, sampai hari ini, Bupati tidak pernah ikut dalam kegiatan kampanye, meskipun UU memperbolehkan.
“Kita tidak boleh suuzan terhadap jabatan orang, apalagi meramal-ramal karena enggak ada Fakultas jurusan Ramalan Hukum,” kata Nashiroh, Rabu (24/20).
Baca Juga: Bupati Sukhairi Sampaikan Salam Perpisahan
Lebih lanjut, dia berharap hal-hal yang tidak punya penyelesaian hukum dan menyudutkan seseorang tidak dijadikan bahan kampanye, terlebih di media sosial. “Kepada pihak yang mengartikan itu pelanggaran, bisa melaporkan sehingga jelas apa hasilnya,” lanjut dia.
Nashiroh berharap tahapan kampanye berjalan dengan kondusif, tanpa ada penggiringan opini yang dapat menyesatkan pemahaman publik.
Untuk diketahui, pada Pasal 299 UU Nomo7 Tahun 2017 dijelaskan lebih detail terkait keterlibatan pejabat negara atau pejabat daerah dalam tim kampanye.
Pasal itu menyatakan bahwa pejabat negara yang merupakan kader partai politik (parpol) diizinkan untuk berkampanye. Pejabat negara non-parpol juga bisa berkampanye selama didaftarkan sebagai anggota tim kampanye ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). (RSL)