Kapolres Madina Tak Bernyali di Hadapan Pengusaha Tambang Ilegal?

CATATAN REDAKSI – Dalam catatan redaksi HayuaraNet, prahara tambang ilegal di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut, muncul pada Oktober 2023. Sampai hari ini, Jumat 10 Januari 2025, beragam penolakan dan dinamika muncul. Bahkan, sempat terjadi penutupan dan aksi heroik kepolisian membakar kamp pelaku aktivitas tak berizin itu.

Namun, satu yang tetap; tambang ilegal menggunakan alat berat jenis excavator di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Gadis masih leluasa beroperasi.

Dalam arsip kami, pemberitaan pertama terkait Pertambagan Emas Tanpa Izin (PETI) bermula pada 16 Oktober 2023. Sejumlah warga RT 09, RT 10, RT 11, dan RT 12 Kelurahan Pasar Kotanopan, Kecamatan Kotanopan, menyampaikan keberatan atas aktivitas yang merusak lingkungan itu kepada camat setempat. Saat itu camat Kotanopan masih Pangeran Hidayat.

Ternyata berdasarkan salinan surat itu, warga tak hanya menyurati camat. Sebelumnya pada medio Agustus 2023 mereka telah menyurati Bupati Madina HM Jafar Sukhairi Nasution dengan permintaan pengambilan kebijakan sehingga aktivitas menggunakan alat berat itu berhenti beroperasi. Namun, surat warga dan suara keberatan itu tak digubris.

Pangeran saat itu mengaku  pemerintah kecamatan telah melakukan rapat terkait hal itu dan dalam waktu dekat akan memanggil pemilik alat berat tersebut. “Kami akan panggil pemiliknya,” tegasnya.

Beberapa hari kemudian, tepatnya pada Jumat, 20 Oktober 2023, Wakil Bupati Atika Azmi Utammi Nasution bereaksi. Dia meminta aparat penegak hukum (APH) mengambil tindakan tegas untuk menertibkan aktivitas itu. Namun, sampai tiga hari kemudian tidak ada penindakan oleh APH. Itu dibuktikan dengan belasan excavator beroperasi mengeruk bebatuan di pinggir sungai yang berfungsi mengairi sawah warga di lebih dari lima kecamatan.

Rasanya tak mungkin aparat, baik polisi maupun TNI, tidak mengetahui aktivitas yang meresahkan masyarakat itu. Pasalnya, gajah-gajah besi itu beroperasi hanya berjarak sekitar 300 meter dari Kantor Polsek Kotanopan dan Kantor Koramil 14 Kotanopan.

Tidak adanya penindakan atau penertiban dari APH menurut warga karena pelaku telah “menyemir” pihak-pihak tertentu. Namun, warga itu tidak menjelaskan makna kata “menyemir” dan pihak mana saja yang disemir. “Botoan me dabo homu,” kata warga yang ditemui di salah satu warung di sekitar lokasi.

Kalimat tersebut kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kira-kira bermakna, kalian (media) yang lebih tahu (arti kata menyemir).

Forkopimda sempat menggelar rapat besar menanggapi situasi ini. Pada Selasa, 29 November 2023, para pejabat tinggi di kabupaten ini mengeluarkan keputusan  penutupan aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di daerah aliran sungai (DAS) Batang Gadis, Kecamatan Kotanopan. Hasilnya, pada Rabu, 30 November 2023, sejumlah alat berat masih beroperasi di lokasi tersebut. Bahkan para pelaku justru menambah excavator dari hari sebelumnya. Tak pelak, ini pun seperti olok-olok bagi Forkopimda, termasuk kepolisian dan TNI.

Di sisi lain, suara penolakan terus bergema, baik itu dari masyarakat setempat maupun aktivis lingkungan. Organisai kepemudaan dan mahasiswa turut bersuara. Namun, semua itu dianggap angin lalu oleh para pelaku. Seolah mereka kebal hukum.

Kapolres Madina saat itu AKBP Muhammad Reza Chairul Akbar Sidik tak mampu memberikan penjelasan kepada publik alasan tak ditutupnya aktivitas tersebut. Padahal, Kapolres sebelumnya, Horas Tua Silalahi, dengan sigap menutup kegiatan serupa di kawasan itu pada medio Desember 2021. Setelah mendapat laporan dari wabup, Horas dan jajaran langsung ke lokasi. PETI pun berhenti sampai yang bersangkutan pindah tugas.

Aktivitas ilegal itu terus berlangsung pada rentang tahun 2024. Alasan keleuasaan dan arogansi pelaku PETI yang terkesan kebal hukum terungkap pada awal April 2024. Dalam Rapat Koordinasi Penanganan Penambang Emas Tanpa Izin PETI di aula Mapolres Madina, Panyabungan Utara, pada Rabu, 3 April 2024, Kapolres Madina AKPB Arie Sopandi Paloh mengaku pihaknya menerima informasi bahwa tambang ilegal di Kotanopan dibekingi anggota TNI.

“Informasi yang kami peroleh ada oknum TNI yang mem-backup kegiatan PETI itu,” katanya saat itu.

Dia pun merasa kepolisian menjadi pihak yang disudutkan atas pemberitaan sejumlah media. Namun, selama itu pula takada tindakan tegas dari pihaknya. Dia juga menepis isu yang menyebut kepolisian menerima upeti.

Harapan penghentian aktivitas ilegal di Kotanopan itu sempat memuncak saat Kapolres AKBP Arie Sopandi dan jajaran turun ke lokasi. Dalam operasi itu 12 alat berat, tujuh pekerja, dan puluhan mesin dongfeng serta belasan alat penyaring emas berhasil diamankan. Bahkan alat berat tersebut parkir di Mako Polres Madina beberapa saat. Namun pada September tahun lalu, keberadaan belasan alat berat itu menjadi perhatian karena tiba-tiba raib dari halaman Mako Polres Madina. Jawaban kepolisian saat itu adalah alat berat dikembalikan kepada pemiliknya untuk perawatan.

Entah ada hubungannya atau tidak, tetapi yang pasti “pelepasliaran” gajah besi itu beriringan dengan munculnya aktivitas pencarian bijih emas dengan excavator di lokasi yang sebelumnya. Kian hari, jumlahnya kian banyak.

Tak ingin kehilangan muka, AKBP Arie Sopandi dan anggota kembali turun ke lokasi. Kali ini aksinya lebih heroik, membakar kamp pelaku tambang. Namun, aksi itu terasa hanya sebatas gimmick. Pasalnya, tak sampi sepekan excavator kembali beroperasi dan lebih leluasa. Bahkan, pelaku sudah berani menantang kapolda Sumut. Mereka juga terang-terangan mengancam akan membakar hidup-hidup warga yang berupaya menghentikan aktivitas merusak alam itu.

Sepanjang itu, tak satu pun pengusaha dan pelaku ditangkap.

Ketidakberdayaan kepolisian dan arogansi para pelaku seolah membenarkan informasi yang diterima Kapolres Arie Sopandi, yakni aktivitas ilegal itu dibekingi oleh aparat. (*)

Mungkin Anda Menyukai