Jabat Pj Kades, ASN di Madina Tersandung Kasus Dugaan Korupsi DD

Panyabungan (HayuaraNet) – Seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) yang sempat menjabat sebagai penjabat (Pj) kepala Desa Bonca Bayuon, Kecamatan Lingga Bayu, tersandung kasus dugaan korupsi dana desa (DD). Bahkan pria dengan inisial EAN ini telah ditetapkan sebagai tersangka.

“EAN tersangkut dugaan tindak pidana korupsi dana desa anggaran tahun 2019 sampai 2021 saat menjabat kepala Desa Bonca Bayuon,” kata Kacabjari Natal Darmadi Edison kepada wartawan di ruang kerjanya, Kamis (07/9) kemarin.

Darmadi menjelaskan, pihaknya telah memanggil dan melakukan penyidikan kepada yang bersangkutan. Selama itu EAN kooperatif dan selalu hadir memberikan keterangan. Namun, saat hendak dilakukan penangkapan tersangka ditengarai melarikan diri.

“Mungkin salah saya waktu itu. Saya sempat mengatakan, besok kita tangkap. Informasi itu bocor entah bagaimana,” terangnya.

Atas hal itu, Cabjari Natal telah melakukan pemanggilan terhadap tersangka, tapi tak kunjung disahuti. Untuk itu pihaknya, melakukan pemanggilan secara terbuka melalui media massa. Pemanggilan secara terbuka sebagai tersangka yang bakal dilakukan jaksa itu merupakan suatu tahapan proses hukum.

Apabila panggilan itu tetap tidak diindahkan, tidak menutup kemungkinan EAN bakal dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO). Meski demikian, Darmadi tidak merinci lebih lanjut mengenai jumlah kerugian negara akibat tindakan tersangka.

Sementara Camat Lingga Bayu Saipuddin menerangkan, kasus tersebut bermula dari laporan masyarakat Desa Bonca Bayuon ke Cabjari Natal karena yang bersangkutan tidak menyalurkan satu bulan dana BLT (Bantuan Langsung Tunai).

“Awalnya, warga menyampaikan laporan ke Cabjari Natal bahwa mereka tidak menerima satu bulan dana BLT,” kata Saipuddin melansir Beritahuta pada, Jumat (08/9).

Sekcam Lingga Bayu Syarifuddin menambahkan, jika memang kejaksaan menyebutkan AEN tersangkut dugaan korupsi DD tahun 2019 sampai 2021, berarti jaksa tak hanya fokus melakukan penyidikan aporan warga soal penggelapan satu bulan dana BLT, tetapi juga memeriksa penggunaan DD lainnya.

Sesuai lampiran berkas pengumuman yang dikeluarkan Cabjari Madina di Natal terdapat berupa catatan. Isinya: berdasarkan pasal 21 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasn Tindak Pidana Korupsi, setiap orang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa, dipidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta. (RSL)

Mungkin Anda Menyukai