Siabu (HayuaraNet) – Enda dan ungut-ungut merupakan literasi musik dalam budaya Mandailing yang nyaris punah. Untuk itu, sanggar Samisara sebagai penerima Program Bantuan Pemerintah Fasilitasi Kebahasaan dan Kesastraan Tahun 2024 dari Kemendikbudristek menjadikannya sebagai salah satu sastra yang ditonjolkan.
Hal itu disampaikan Budayawan Mandailing sekaligus pengasuh sanggar Samisara Askolani Nasution usai Sosialisasi Ende dan Ungut-ungut di aula SMA Negeri 1 Siabu, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Rabu (24/07).
“Ende, terutama ungut-ungut mirip dengan musikalisasi puisi,” katanya.
Lebih lanjut, alumni IKIP Padang ini menerangkan ende atau ungut-ungut sama dengan pantun Mandailing yang dinyanyikan. Media ini menjadi sarana bagi laki-laki untuk mengeluhkesahkan perasaannya.
“Biasanya dikaitkan dengan perasaan duka seseorang, ekspresi rasa rindu, atau ratapan kemalangan hidup,” lanjut penerima penghargaan Bahasa dan Sastra Tahun 2023 dari Kemendikbudristek ini.
Askolani mengungkapkan, ende dan ungut-ungut menjadi penting karena bagian dari sastra lisan Mandailing. “Kondisinya sekarang nyaris punah karena itu perlu diwariskan kembali sebagai salah satu warisan budaya tak benda Mandailing,” pungkasnya.
Untuk diketahui, sanggar Samisara menerima Program Bantuan Pemerintah Fasilitasi Kebahasaan dan Kesastraan Tahun 2024. Selain Ende, ada dua kegiatan lain yang dilaksanakan, sosialisasi Menulis Cerpen Berbahasa Mandailing dan pementasan drama Sampuraga Jatuh Cinta.
Sosialisasi menulis cerpen telah dilakukan pada pekan lalu dengan menyasar siswa SMA/SMK di 16 sekolah. Sosialisasi itu dilanjutkan dengan lomba menulis cerpen. Sedangkan, ende atau ungut-ungut ini juga diperlombakan dengan peserta mahasiswa dan masyarakat umum.
Puncak kegiatan direncanakan akan berlangsung pada akhir Agustus dengan menampilkan drama Sampuraga Jatuh Cinta. (RSL)