Jakarta (HayuaraNet) – Sistem Informasi Online Perlindungan Anak dan Perempuan (SINFONI PPA) mencatat sepanjang tahun 2024 telah terjadi 17.222 kasus kekeresan terhadap perempuan dan anak di Indonesia. Dari jumlah itu, 14.944 korban perempuan dengan berbagai usia.
Dari data yang dimuat Kementerian Perlindingan Perempuan dan Anak, korban kekerasan terhadap perempuan paling rentan terjadi pada usia 13-17 tahun. Dari data yang diakses, Jumat (06/09), 32 persen korban kekerasan terhadap perempuan ada pada rentang usia ini.
Sementara itu, kelompok kedua yang paling rentan adalah usia 25-44. Dari 14.944 kasus, 25,3 persen merupakan perempuan pada usia tersebut. Tak hanya remaja dan dewasa, anak perempuan usia 0-5 tahun juga kerap jadi korban dengan persentase 5,6 persen.
Jika dilihat dari tingakatan pendidikan, anak perempuan usia SMP menjadi yang paling rentan dengan angka mencapai 24,1 persen. Sedangkan anak SD berada pada posisi ketiga paling rentan di angka 19 persen. Anak usia SMA menjadi kelompok perempuan paling banyak mengalami kekerasan yakni 31,1 persen dari jumlah total kasus.
Baca Juga: Anak Harus Memperoleh Perlindungan dan Haknya Terpenuhi
Menurut GoodStats, jumlah kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia pada tahun 2024 adalah 15.267 kasus. Jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya yang ada di angka 24.158 kasus. Namun, patut diingat pencatatan ini baru sampai pada Juli 2024.
Sementara itu, anak lelaki usia 13-17 tahun menjadi kelompok paling rentan mengalami kekerasan. Dari 3.720 kasus, 44,8 persen ada pada usia ini.
Berdasarkan data yang ada, lebih dari 90% pelaku kekerasan terhadap anak adalah orang yang dikenal, dicintai, dan dipercayai oleh anak-anak.
Baru-baru ini, terjadi kasus kekerasan seksual di Palembang yang melibatkan korban dan pelaku anak di bawah umur. Dalam kasus yang menjadi perhatian Nasional ini, seorang siswi SMP dibunuh lalu diperkosa empat anak laki-laki.
Keempat tersangka yakni I-S (16 tahun), M-Z (13 tahun), N-S (12 tahun), dan H-S (12 tahun.
Kasus kekerasan terhadap anak juga acap terjadi di Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Dalam dua bulan terakhir terjadi dua kasus kekerasan terhadap anak yang menyita perhatian masyarakat.
Pertama, pada awal Juli 2024 terkuak kasus kekerasan terhadap anak laki-laki oleh seorang kepala desa dan tokoh pemuda di Kecamatan Natal. Dalam perjalanannya, kepala desa dan sekreraris desa ditetapkan sebagai tersangka.
Baca Juga: Kekerasan Seksual terhadap Anak di Natal, Korban Disekap dan Diancam
Kedua, pada pertengahan Agustus 2024 seorang anak perempuan usia 11 tahun disekap dan dicabuli oleh pelaku yang diduga masih satu kampung dengan korban. Kejadian di Kecamatan Natal ini masih berproses di Polres Madina.
Menurut Komis X DPR RI, maraknya kasus kekerasan, utamanya kekerasan seksual, yang melibatkan anak di bawah umur sebagai pelaku dan korban merupakan tantangan besar yang dihadapi pemerintah.
“Memproteksi peserta didik kita dengan cara peserta didik tidak boleh lagi begitu mudah bisa mengakses situs-situs pornografi dan situs-situs kekerasan. Ini PR kita,” kata Ketua Komisi X Syaiful Huda di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (6/9).
Menurutnya, peristiwa di Palembang itu salah satunya disebabkan kecanduan pornografi anak-anak usia sekolah dan berujung menjadi tindakan menyimpang dan kriminal. (RSL)